Daftar Blog Saya

Selasa, 17 Mei 2011

Model Pembelajaran Coperative Integrated Reading and Composition (CIRC)


a.       Model Pembelajaran Cooperative
Menurut Johnson & Johnson (1987) dalam Ismail (2003:18) bahwa pembelajaran kooperativ adalah merupakan strategi atau pendekatan pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dimana para siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Sedangkan Karli H. dan Yuliariatiningsih M.S. (2002:70-71), menegaskan bahwa :
“Cooperative Learning adalah suatu pendekatan(atau strategi) pembelajaran yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih.Keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu  sendiri. Dalam pendekataan ini, siswa merupakan bagian dari suatu sistem  kerjasama dalam mencapai hasil yang optimal dalam belajar. Cooperative Learning juga memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus diperoleh dari guru, melainkan bisa juga dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran, yaitu teman sebaya. Jadi keberhasilan pembelajaran dalam pendekatan ini bukan hanya ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan itu akan baik bila dilakukan  secara bersama-sama dalam kelompok kecil yang terstruktur dengan baik.

            Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperativ adalah pembelajaran dimana siswa bekerjasama dalam kelompok-kelompok  kecil yang heterogen dalam mencapai hasil yang optimal. Keberhasilan belajar diperoleh secara bersama-sama bukan semata-mata kemampuan individual.
b.      Langkah-langkah Pembelajaran Kooperativ
Dalam pembelajaran kooperativ  setiap siswa ditekankan dapat bekerjasama dengan baik agar dapat mengerjakan dengan baik, efektif dan efisien. Sedangkan langkah-langkahnya sebagai berikut :
1)      Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Guru menyampaikan semua tujuan yang ingin dicapai dan memotivasi siswa.
2)      Menyajikan informasi.
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan metode pembelajaran tertentu.
3)      Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru menjelaskan kepada siswa cara membentuk kelompok belajar dan membantu siswa agar melakukan transisi secara efisien.
4)      Membimbing kelompok untuk bekerja dan belajar
Guru membimbing  kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengrjakan tugas.
5)      Evaluasi.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari atau mempresentasikan hasil kerjanya.
6)      Memberikan penghargaan
Guru mencari cara menghargai hasil belajar individu maupun kelompok (Muslimin Ibrohim, 2000 : 10)
c.       Tujuan Pembelajaran Kooperativ
Pembelajaran kooperativ mempunyai tujuan :
1)      Academic Achievement ( hasil belajar akademik).
Untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas akademik. Banyak ahli yang berpendapat bahwa pembelajaran kooperativ unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep yang sulit.
2)      Acceptance of diversity (pengakuan adanya keragaman).
Agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.
3)      Social Skill development (pengembangan ketrampilan sosial).
Untuk mengembangkan ketrampilan sosial siswa. Ketrampilan yang dimaksud antara lain adalah berbagai tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok, dan sebagainya.
d.      Manfaat Pembelajaran Kooperativ
Menurut Hilda Karli dan Yuliariatiningsih (2002:73) Pembelajaran kooperativ memberikan manfaat bagi siswa, yaitu :
1)      Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembanngkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilannya dalam suasana pembelajaran yang bersifat terbuka dan demokratis.
2)      Dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki siswa.
3)      Dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai dan ketrampilan-ketrampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat.
4)      Siswa tidak hanya sebagai obyek belajar melainkan juga sebagai subyek belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lain.
5)      Siswa dilatih untuk kerjasama karena bukan materi saja yang dipelajari tetapi juga tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal bagi kesukswesan kelompok.
6)      Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh dan memahami pengetahuan yang dibutuhkan secara langtsung, sehingga apa yang dipelajari lebih bermakna bagi dirinya.
e.       Model Pembelajaran CIRC
Model pembelajaran CIRC, siswa secara komprehensip belajar dengan mengembangkan ketrampilan membaca dan menulis. Empat sampai lima siswa bekerja dalam tim secara Cooperative terlibat dalam serangkaian kegiatan bersama, masing-masing membaca,membuat ikhtisar, saling membacakan ikhtisar dan saling mnananggapi.(Muhamad Nur(2000:28). Dalam metode ini siswa dibentuk kelompok untuk menanggapi suatu wacana atau media cetak, dengan langkah-langkah:
1)      Membentuk kelompok yang anggotanya empat orang yang heterogen.
2)      Guru menyampaiakan kompetensi yang ingin dicapai.
3)      Guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran.
4)      Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberikan tanggapan atau ikhtisar terhadap wacana dan ditulis pada lembar kertas.
5)      Mempresentasikan hasil kelompok.
6)      Guru membuat kesimpulan bersama.
7)      Penutup.
Kelebihan dan kekurangan
Kelebihan : Siswa diajak untuk dapat menerangkan kepada kepada siswa lain, dapat mengeluarkan ide-ide yang di dalam pikirannya secara spontanitas sehingga lebih dapat memahami materi tersebut.Siswa dapat memberikan tanggapan secara bebas. Siswa dilatih untuk dapat bekerjasama dan menghargai pendapat orang lain.
Kekurangan : Adanya pendapat yang sama sehingga hanya sebagian saja yang tampil, dan banyak siswa yang kurang aktif. Pada saat dilakukian presentasi  terjadi kecenderungan hanya siswa pintar saja yang secara aktif tampil menyampaikan pendapat dan gagasan.
            Jadi dalam pembelajaran model CIRC, terdapat kesempatan yang sama bagi setriap anggota kelompok untuk berhasil.Dukungan kelompok dalam belajar, dan tanggung jawab individual digunakan untuk penampilan atau penentuan hasil akhir. Hal inni9 merupakan tiga elemen yang menjadi karakteristik dari model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC).
Pembelajaran Aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif ( Hisyam Zaini, Bermawy Munthe dan Sekar Ayu Aryani, 2007 : xvi ). Ketika peserta didik belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Mereka secara aktif menggunakan otak baik untuk menemukan ide pokok dari materi pelajaran, memecahkan persoalan atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari dalam kehidupan nyata.
Menurut Bonwell (1995), pembelajaran aktif memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
a.             Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar melainkan pada pengembangan ketrampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas,
b.            Siswa tidak hanya mendengarkan ceramah secara pasif tetapi mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi kuliah,
c.             Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi kuliah,
d.            Siswa lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan evaluasi,
e.             Umpan-balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.
Di samping karakteristik tersebut di atas, secara umum suatu proses pembelajaran aktif memungkinkan diperolehnya beberapa hal. Pertama, interaksi yang timbul selama proses pembelajaran akan menimbulkan positive interdependence dimana konsolidasi pengetahuan yang dipelajari hanya dapat diperoleh secara bersama-sama melalui eksplorasi aktif dalam belajar. Kedua, setiap individu harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan pengajar harus dapat mendapatkan penilaian untuk setiap mahasiswa sehingga terdapat individual accountability. Ketiga, proses pembelajaran aktif ini agar dapat berjalan dengan efektif diperlukan tingkat kerjasama yang tinggi sehingga akan memupuk social skills.
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)  adalah sebuah program yang komprehensif untuk mengajari pelajaran membaca, menulis, dan seni berbahasa pada kelas yang lebih tinggi dari sekolah dasar .(Robert E. Slavin, 2008 : 200). Fokus utama dari CIRC adalah membuat penggunaan waktu tindak lanjut menjadi lebih efektif. Para siswa yang bekerja dalam tim-tim kooperatif  dikoordinasikan dengan kelompok membaca, supaya dapat memenuhi tujuan-tujuan dalam bidang-bidang  lain seperti pemahaman membaca, kosa kata, pembacaan pesan, dan ejaan. Teknik pembelajaran yang menggunakan wacana/teks dimana   siswa dibagi dalam bentuk berpasangan untuk membaca dan membuat ringkasan. Salah satu siswa berperan sebagai pembicara/mempresentasikan, sedangkan pasangannya mendengarkan hasil ringkasannya. Hal ini dilakukan secara bergantian, yang semula sebagai pembicara bertukar peran sebagai pendengar.( Agus Suprijono, 2009 : 130-131)
Langkah-langkah
a.   Persiapan :
   1.   Persiapkan materi pelajaran yang sesuai dengan Standar Kompetensi yang sedang dipelajari anak didik.
2.   Menyusun rancangan pertanyaan / permasalahan  sesuai dengan standar Kompetensi. Pertanyaan ditulis  di bawah teks atau pada kertas tersendiri sesuai dengan kebutuhan.
b.  Pelaksanaan
1.      Guru membagi siswa untuk berpasangan. Bisa dengan lawan jenis atau teman satu bangku, tergantung mana yang lebih menarik dan lebih mudah.
2.   Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan     membuat  ringkasan.
3.      Guru atau siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai    pembicara dan     siapa yang berperan sebagai pendengar.
4.      Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya pada lembar kertas:
a.  Menyimak/mengoreksi/menunjukkan    ide-ide  pokok  yang kurang lengkap.
b.      Membantu   mengingat/menghapal  ide-ide  pokok  dengan          menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5.  Bertukar peran, yang semula menjadi pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, dan melakukan hal yang sama.
6.   Kesimpulan guru
7.   Penutup
c.               Manfaat metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC):
1)      Bagi Guru
a)      Sebagai fasilitator beban mengajar guru di kelas menjadi lebih ringan, sebab aktivitas pembelajaran didominasi oleh peserta didik.
b)      Merupakan metode murah, sederhana, dan tidak memerlukan media elektronik .
c)      Guru bisa melakukan pengamatan akan kepribadian masing-masing siswa sambil memantau pekerjaannya.
2)      Bagi Peserta didik
a)      Meningkatkan minat belajar dengan metode yang bervariasi.

Hakikat Membaca Pemahaman


a.      Pengertian Membaca  
Henry Guntur Tarigan (2008 : 7) menyatakan bahwa membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Selanjutnya, dipandang dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi ( a recording and decoding process), berlainan  dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian ( encoding ), sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis ( written word) dengan makna bahasa lisan ( oral language meaning ) yang mencakup  pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna. Membaca dapat pula diartikan sebagai suatu metode yang kita pergunakan untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan orang lain yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada lambang-lambang tertulis.
Finochiaro and Bonomo ( 1973 : 119) mengatakan bahwa ” Reading is bringing meaning to and getting meaning from printed or written material”, memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung  di dalam bahan tertulis.
Sementara itu Mansoer Pateda (1989:92) berpendapat, membaca adalah suatu interpretasi simbol-simbol tertulis atau membaca adalah menangkap makna dari rangkaian huruf tertentu. Ini menunjukkan bahwa membaca adalah pekerjaan mengidentifikasi simbol-simbol dan mengasosiasikan kedalam makna.
Robert Lado dalam bukunya menyatakan bahwa ” Reading is to grasp language pattern from their written representation” (1976:132). Membaca ialah memahami pola-pola bahasa dari gambaran tertulisnya.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, terutama teknologi percetakan maka semakin banyak informasi yang tersimpan di dalam buku. Pada semua jenjang pendidikan, kemampuan membaca menjadi skala prioritas yang harus dikuasai siswa.
Kegiatan membaca juga merupakan aktivitas berbahasa yang bersifat aktif reseptif. Dikatakan aktif, karena di dalam kegiatan membaca sesungguhnya terjadi interaksi antara pembaca dan penulisnya, dan dikatakan reseptif, karena si pembaca bertindak selaku penerima pesan dalam suatu korelasi komunikasi antara penulis dan pembaca yang bersifat langsung.
Bagi siswa, membaca tidak hanya berperan dalam menguasai bidang studi yang dipelajarinya saja. Namun membaca juga berperan dalam mengetahui berbagai macam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang. Melalui membaca, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diketahui dan dipahami sebelum dapat diaplikasikan.
b.      Membaca  Pemahaman
Henry Guntur Tarigan (1988:89) berpendapat bahwa kemampuan membaca pemahaman merupakan dasar bagi pembaca kritis, yaitu sejenis membaca yang dilaksanakan secara bijaksana, penuh tenggang hati,mendalam,evaluatif, serta analisis, dan bukan hanya mencari keslahan. Untuk dapat membaca pemahaman diperlukan suatu ketrampilan dari seseorang antara lain : menemukan detail, menunjukkan pikiran pokok, menunjukkan urutan kegiatan, mencapai kata akhir, menarik kesimpulan, dan membuat evaluasi.
Secara umum kata pemahaman diartikan sebagai upaya memahami atau mengerti isi dan makna dari suatu wacana baik berbentuk lisan maupun tulisan. Memahami wacana tulis berarti usaha seseorang dalam memahami atau mengerti isi suatu wacana yang disajikan dalam bentuk tulisan, yang dalam kegiatan berbahasa disebut membaca, sedangkan memahami wacana lisan berarti upaya seseorang dalam memahami atau mengerti isi dari wacana yang disajikan dalam bentuk lisan, yang dalam kegiatan berbahasa dinamakan menyimak (Sutrisno, 2002:17). Lebih lanjut, pemahaman diartikan  sebagai masalah penafsiran (interpretation) dan harapan (expectancy), yaitu penafsiran terhadap apa yang diperoleh darin tulisan yang dibaca dan harapan untuk menemukan dan menggunakan hal-hal yang ditemukan dalam bacaan tersebut, Mackey dalam Sutrisno(2002:17).
Lebih lanjut, Henry Guntur Tarigan (2008:58) dalam bukunya mengatakan bahwa membaca pemahaman( reading fo understanding) adalah membaca yang bertujuan untuk memahami : (1) standar-standar atau norma-norma kesastraan (literary sandards), (2) resensi kritis (critical review), (3) drama tulis(printed drama), (4) pola-pola fiksi (patterns of fiction).
Sementara itu Lado (1987: 223) berpendapat bahwa kemampuan membaca pemahaman adalah kemampuan memahami arti dalam suatu bacaan melalui tulisan atau bacaan.
c.       Aspek dan Jenis-jenis Membaca 
Membaca merupakan satu dari empat kemampuan bahasa pokok, dan merupakan satu bagian atau komponen dari komunikasi tulisan.
Ada
pun kemampuan bahasa pokok atau keterampilan berbahasa dalam kurikulum di sekolah mencakup empat segi,yaitu:
1.   Keterampilan menyimak/mendengarkan (Listening Skills)
2.   Keterampilan berbicara (SpeakingSkills)
3.   Keterampilan membaca (ReadingSkills)
4.   Keterampilan Menulis (Writing Skills)
Henry Guntur Tarigan  (2008:1)
Empat keterampilan berbahasa tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat satu sama lain, dan saling berkorelasi. Seorang bayi pada tahap awal, ia hanya dapat mendengar, dan menyimak apa yang di katakan orang di sekitarnya. Kemudian karena seringnya mendengar dan menyimak secara berangsur ia akan menirukan suara atau kata-kata yang didengarnya dengan belajar berbicara. Setelah memasuki usia sekolah, ia akan belajar membaca mulai dari mengenal huruf sampai merangkai huruf-huruf tersebut menjadi sebuah kata bahkan menjadi sebuah kalimat. Kemudian ia akan mulai belajar menulis huruf, kata, dan kalimat.
Keterampilan berbahasa berkorelasi dengan proses-proses berpikir yang mendasari bahasa. sehingga ada sebuah ungkapan, “bahasa seseorang mencerminkan pikirannya”. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas jalan pikirannya.
Secara garis besar, terdapat dua aspek penting dalam membaca yaitu :
1.      Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yang dianggap berada pada urutan yang lebih rendah (lower order) yang mencakup ; a) pengenalan bentuk huruf, b) pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem, kata, frase, pola klausa, kalimat dan lain-lain), c) pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis atau “to bark at print”, d) kecepatan membaca ke taraf lambat.
2.      Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehention skills) yang dianggap berada di urutan yang lebih tinggi ( higher order ) yang mencakup ; a) memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal), b) memahami signifikansi atau makna ( a.l. maksud dan tujuan pengarang,relevansi/keadaan kebudayaan, dan reaksi pembaca, c) evaluasi atau penilaian (isi, bentuk), d) kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan keadaan, Broughton dalam Tarigan (2008:12-13).
Untuk dapat mencapai tujuan yang terkandung dalam keterampilan mekanis (mechanical skills) tersebut, aktifitas yang paling sesuai adalah membaca nyaring, membaca bersuara (atau reading aloud; oral reading). Untuk keterampilan pemahaman (comprehention skills), yang paling tepat adalah dengan membaca dalam hati (silent reading), yang dapat pula dibagi atas :
1.      Membaca ekstensif (extensive reading), yang mencakup ; a) membaca survei (survey reading), b) membaca sekilas ( skimming), c) membaca dangkal (superficial reading).
2.      Membaca intensif yang mencakup ; a) membaca telaah isi (content study reading), yang mencakup pula  (1) membaca teliti (close reading), (2) membaca pemahaman (comprehention reading), (3) membaca krtitis (critical reading), (4) membaca ide ( reading for ideas); b) membaca telaah bahasa  (laguage study reading) yang mencakup pula (1) membaca bahasa asing( foreign language reading), (2) membaca sastra (literary reading) Tarigan (2008:13).
d.      Tujuan Membaca  Pemahaman
Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi,memahami makna bacaan. Makna, arti (meaning) erat sekali berhubungan dengan maksud tujuan, atau intensif kita dalam membaca, Tarigan (2008:9). Hal penting dalam tujuan membaca adalah :
1.      Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for detail or facts).
2.      Membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas)
3.      Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita ( reading for sequence or organization).
4.      Membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference).
5.      Membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan ( reading for classify).
6.      Membaca untuk menilai, membaca mengevalusi ( reading to evaluate).
7.      Membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast) Anderson dalam Tarigan (2008:9-11).
                                    Membaca adalah suatu aktifitas yang rumit atau kompleks karena tergantung pada ketrampilan berbahasa pelajar dan pada tingkat penelarannya. Tujuannya adalah untuk mengerti atau memahami isi/pesan yang terkandung dalam satu bacaan seefisien mungkin serta untuk mencari informasi yang :
b.      Kognitif dan intelektual, yakni yang digunakan seseorang untuk menambah keilmiahannya sendiri.
c.       Referensial dan faktual, yakni yang digunakan seseorang untuk mengetahui fakta-fakta yang nyata di dunia ini.
d.      Afektif dan emosional, yakni yang digunakan seseorang untuk mencari kenikmatan dalam membaca. (Sri Utari Subyakto-Nababan, 1993:164-165).
Dengan membaca siswa akan memperoleh berbagai informasi yang sebelumnya belum pernah didapatkan. Semakin banyak membaca semakin banyak pula informasi yang diperoleh. Oleh karena itu, membaca merupakan jendela dunia, siapa pun yang membuka jendela tersebut dapat melihat dan mengetahui segala sesuatu yang terjadi. Baik peristiwa yang terjadi pada masa lampau, sekarang, bahkan yang akan datang.
Banyak manfaat yang diperoleh dari kegiatan membaca. Oleh karena itu, sepantasnyalah siswa harus melakukannya atas dasar kebutuhan, bukan karena suatu paksaan. Jika siswa membaca atas dasar kebutuhan, maka ia akan mendapatkan segala informasi yang ia inginkan. Namun sebaliknya, jika siswa membaca atas dasar paksaan, maka informasi yang ia peroleh tidak akan maksimal.
Membaca merupakan kemampuan yang kompleks. Membaca bukanlah kegiatan memandangi lambang-lambang yang tertulis semata. Bermacam-macam kemampuan dikerahkan oleh seorang pembaca, agar dia mampu memahami materi yang dibacanya. Pembaca berupaya agar lambang-lambang yang dilihatnya itu menjadi lambang-lambang yang bermakna baginya.
            Kegiatan membaca perlu dibiasakan sejak dini, yakni mulai dari anak mengenal huruf. Jadikanlah kegiatan membaca sebagai suatu kebutuhan dan menjadi hal yang menyenangkan bagi siswa. Membaca dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja asalkan ada keinginan, semangat, dan motivasi. Jika hal ini terwujud, diharapkan membaca dapat menjadi bagian dari kehidupan yang tidak dapat dipisahkan seperti sebuah slogan yang mengatakan “tiada hari tanpa membaca”.
Tentunya ini memerlukan ketekunan dan latihan yang berkesinambungan untuk melatih kebiasaan membaca agar kemampuan membaca, khususnya membaca pemahaman dapat dicapai. Kemampuan membaca ialah kecepatan membaca dan pemahaman isi secara keseluruhan.

Kemandirian Belajar


a.      Pengertian Belajar Mandiri dan Kemandirian Belajar
Konsep Belajar Mandiri (Self-directed Learning) sebenarnya berakar dari konsep pendidikan orang dewasa. Namun demikian berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli seperti Garrison tahun 1997, Schilleref tahun 2001, dan Scheidet tahun 2003 ternyata belajar mandiri juga cocok untuk semua tingkatan usia. Dengan kata lain, belajar mandiri sesuai untuk semua jenjang sekolah baik untuk sekolah menengah maupun sekolah dasar dalam rangka meningkatkan prestasi dan kemampuan siswa (http://www.nwrel.org/planning/reports/self-direct/index.php).
Pengertian tentang belajar mandiri sampai saat ini belum ada kesepakatan dari para ahli. Ada beberapa variasi pemahaman tentang belajar mandiri yang diutarakan oleh para ahli seperti dipaparkan oleh Mardziah Hayati Abdullah (2001: 14) sebagai berikut :
1)      Belajar Mandiri memandang siswa sebagai para pemimpin dan pemilik tanggung jawab dari proses pembelajaran mereka sendiri. Belajar mandiri mengintegrasikan self-management (manajemen konteks, menentukan setting, sumber daya dan tindakan) dengan self-monitoring (siswa memonitor, mengevaluasi dan mengatur strategi belajarnya (Bolhuis; Garrison).
2)      Peran kemauan dan motivasi dalam belajhar mandiri sangat penting di dalam memulai dan memelihara usaha siswa. Motivasi memandu dalam mengambil keputusan, dan kemauan menopang kehendak untuk menyelami suatu tugassedemikian sehingga tujuan dapat dicapai (Corno; Garrison).
3)      Di dalam belajar mandiri, kendali secara berangsur-angsur bergeser dari para guru ke siswa. Siswa mempunyai banyak kebebasan untuk memutuskan pelajaran apa dan tujuan apa yang hendak dicapai dan bermanfaat baginya (Lyman; Morrow; Sharkey, & Firestone).
4)      Belajar mandiri “ironisnya” justru sangat kolaboratif. Siswa bekerja sama dengan para guru dan siswa lainnya di dalam kelas (Bolhuis; Corno; Leal).
5)      Belajar mandiri mengembangkan pengetahuan yang lebih spesifik seperti halnya kemampuan untuk mentransfer pengetahuan konseptual ke situasi baru. Upaya untuk menghilangkan pemisah antara pengetahuan di sekolah dengan permasalahan hidup sehari-hari di dunia nyata (Bolhuis; Temple & Rodero).
Jika para ahli di atas memberi makna tentang belajar mandiri secara sepotong-sepotong, maka Haris Mujiman (2005: 1) mencoba memberikan pengertian belajar mandiri dengan lebih lengkap. Menurutnya belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang di dorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki. Pencapaian kompetensi sebagai tujuan belajar, dan cara penyampaiannya -- baik penetapan waktu belajar, tempat belajar, irama belajar, tempo belajar, cara belajar, maupun evaluasi belajar – dilakukan oleh siswa sendiri. Disini belajar mandiri lebih dimaknai sebagai usaha siswa untuk melakukan kegiatan belajar yang didasari niatnya untuk menguasai suatu kompetensi tertentu.
Pengertian belajar mandiri yang lebih terinci lagi disampaikan oleh Hiemstra (1994:1) yang mendeskripsikan belajar mandiri sebagai berikut :
1)      Setiap individu siswa berusaha meningkatkan tanggung jawab untuk mengambil berbagai keputusan dalam usaha belajarnya.
2)      Belajar mandiri dipandang sebagai suatu sifat yang sudah ada pada setiap orang dan situasi pembelajaran.
3)      Belajar mandiri bukan berarti memisahkan diri dengan orang lain.
4)      Dengan belajar mandiri, siswa dapat mentransfer hasil belajarnya yang berupa pengetahuan dan keterampilan kedalam situasi yang lain.
5)      Siswa yang melakukan belajar mandiri dapt melibatkan berbagai sumber daya dan aktivitas, seperti : membaca sendiri, belajar kelompok, latihan-latihan, dialog elektronik, dan kegiatan korespondensi.
6)      Peran efektif guru dalam belajar mandiri masih dimungkinkan, seperti dialog dengan siswa, pencarian sumber, mengevaluasi hasil, dan memberi gagasan-gagasan kreatif.
7)      Beberapa institusi pendidikan sedang mengembangkan belajar mandiri menjadi program yang lebih terbuka (seperti Universitas Terbuka) sebagai alternativ pembelajaran yang bersifat individual dan program-program inovatif lainnya.
Berdasarkan berbagai pendapat para ahli tentang belajar mandiri di atas, penulis lebih condong dengan pendapat Hiemstra. Selain gambaran tentang belajar mandirinya lebih komprehensip, Hiemstra secara implisit menggambarkan bahwa belajar mandiri justru merupakan pendekatan pembelajaran masa depan. Hal tersebut dikarenakan : (1) naluri belajar mandiri sebenarnya sudah ada pada setiap orang; (2) belajar mandiri dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja, termasuk orang-orang yang sangat sibuk dengan pekerjaan; (3) siswa dapat menentukan sendiri waktu, strategi belajar, serta materi dan tujuan yang ingin dicapainya; (4) belajar masa depan bukan lagi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, namun lebih kepada pemenuhan kebutuhan untuk memecahkan masalah hidupnya. Namun demikian pendapat Hiemstra tersebut diakui belum memasukkan aspek motivasi secara jelas, padahal aspek motivasi dalam belajar mandiri merupakan sebuah prasyarat utama yang harus ada.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dan beberapa pertimbangan di atas, maka belajar mandiri dapat diartikan sebagai usaha individu untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai sesuatu materi dan atau kompetensi tertentu sehingga dapat digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpainya di dunia nyata.
Self-directed Learning adalah kegiatan belajar mandiri, sedangkan orang yang melakukan belajar mandiri sering disebut siswa mandiri (self-directed Learners). Mardziah Hayati Abdullah (2001: 2) mengatakan  self-directed Learners adalah sebagai “para manajer dan pemilik tanggung jawab dari proses pembelajaran yang mereka lakukan sendiri”. Individu seperti itu mempunyai keterampilan untuk mengakses dan memproses informasi yang mereka perlukan untuk suatu tujuan tertentu. Dalam belajar mandiri mengintegrasikan self-management (manajemen konteks, termasuk latar belakang sosial, menentukan, sumber daya dan tindakan) dengan yang self-monitoring (proses siswa dalam memonitor, mengevaluasi dan mengatur strategi belajarnya).
Belajar mandiri dan siswa mandiri seperti sekeping mata uang yang mempunyai dua muka yang berbeda tetapi merupakan satu kesatuan yang mempunyai suatu fungsi yang saling mendukung. Lebih jelasnya persamaan dan perbedaan antara belajar mandiri dengan siswa mandiri digambarkan dalam bagan sebagai berikut :
Gambar 4
Pendekatan personal Responbility Orientation (PRO)
(Sumber : Roger Hiemstra : 1998: 25)

Belajar mandiri (self-directed learning) yang ada di sisi sebelah kiri dari pendekatan, mengacu pada karakteristik proses belajar mengajar atau apa yang dikenal sebagai faktor eksternal dari si siswa. Disini mengacu pada bagaimana proses pembelajaran itu dilaksanakan. Siswa mandiri (self-direction Learners) yang ada di sebelah kanan dari pendekatan mengacu pada individu yang melakukan kegiatan belajar. Termasuk di dalamnya yaitu karakteristik kepribadian siswa atau sering kita sebut faktor internal dari individu yang bersangkutan. Jika kedua hal tersebut (self-directed learning dan self-direction Learners) dapat tercipta dalam proses pembelajaran, maka individu dapat memiliki kemandirian dalam belajar (self-direction in learning).
Dengan demikian kemandirian belajar (self-direction in learning) dapat diartikan sebagai sifat dan sikap serta kemampuan yang dimiliki siswa untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu kompetensi tertentu sehingga dapat digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpainya di dunia nyata.
Perkembangan penelitian yang berhubungan dengan kemandirian belajar diperoleh hubungan yang erat antara input, lingkungan, dan proses pembelajaran dengan kemandirian belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap manusia dapat berkembang secara maksimal dalam hal kemandirian belajar, jika dalam proses pembelajaran memberikan peluang kepada siswa untuk membuat keputusan mengenai proses pembelajaran itu sendiri (Donagy, 2005: 1).
Burt Sisco dalam Hiemstra (1998:8) membuat sebuah pendekatan yang membantu individu untuk menjadi lebih mandiri dalam belajar. Menurut Sisco ada enam langkah kegiatan untuk membantu individu menjadi lebih mandiri dalam belajar, yaitu : (1) preplanning (aktivitas sebelum proses pembelajaran); (2) menciptakan lingkungan belajar yang positif; (3) mengembangkan rencana pembelajaran; (4) mengidentifikasi aktivitas pembelajaran yang sesuai; (5) melaksanakan kegiatan pembelajaran dan monitoring; dan (6) mengevaluasi hasil pembelajaran individu.
Sisco menggambarkan pendekatan tersebut di atas dalam bagan sebagai berikut :


Gambar 5 :
Individualizing Instruction Model
(Sumber : Hiemstra, 1998 : 8)


b.      Manfaat Belajar Mandiri dan Kemandirian Belajar
Banyak literatur yang mengungkap tentang kelebihan-kelebihan belajar mandiri. Mardziah Hayati Abdullah (2001: 3) dalam mengutip dari berbagai ahli memaparkan tentang keuntungan-keuntungan belajar mandiri. Orang yang melakukan kegiatan belajar mandiri mendapatkan keuntungan-keuntungan sebagai berikut :
1)      Mempunyai kesadaran dan tanggung jawab yang lebih besar dalam membuat pembelajaran menjadi bermakna terhadap dirinya sendiri.
2)      Menjadi lebih penasaran untuk mencoba hal-hal baru.
3)      Siswa pada belajar mandiri memandang permasalahan sebagai tantangan yang harus dihadapi, minat belajar terus berkembang dan pembelajaran lebih menyenangkan.
4)      Mereka menjadi termotivasi dan gigih, mandiri, disiplin-diri, percaya diri dan berorientasi pada tujuan.
5)      Memungkinkan mereka belajar dan bersosialisasi dengan lebih efektif.
6)      Mereka lebih mampu untuk mencari informasi dari berbagai sumber, menggunakan berbagai strategi untuk mencapai tujuan, dan dapat mengungkapkan gagasannya dengan format yang berbeda atau lebih kreatif.

c.       Prasyarat Belajar Mandiri dan Kemandirian belajar
Seseorang mau melakukan sesuatu kegiatan tertentu dipastikan karena adanya motif tertentu yang mendasarinya. Demikian pula untuk melakukan kegiatan belajar mandiri, juga diperlukan motivasi belajar yang kuat. Sebagaimana pendapat Corno dan Garrison dalam Mardziah Hayati Abdullah (2001:1) bahwa peran kemauan dan motivasi dalam belajar mandiri sangat penting untuk memulai dan memelihara usaha belajar, motivasi menuntun dalam mengambil keputusan untuk melakukan sebuah tindakan, dan kemauan menopang kehendak untuk menyelami dan menekuni kegiatan tersebut (belajar mandiri) sedemikian sehingga tujuan dapat dicapai.
Selain itu menurut Lumsden; Rencher; Biemiller dan Meichenbaum dalam Abdullah (2004:2) untuk membantu para siswa melakukan belajar mandiri dengan baik kita harus membiasakannya untuk berdisiplin. Para guru, orang tua, masyarakat dan para siswa harus juga memahami konsep motivasi siswa, metakognisi, self-efficacy, pengaturan diri, pengendalian diri dan orientasi pada tujuan. Konsep ini menyediakan dasar bagi siswa untuk menjadi seorang yang mandiri dalam belajar. Walaupun seorang siswa dapat melakukan belajar mandiri tanpa melalui proses pembelajaran, namun pengembangan dan pembelajaran dari para guru dapat membantu perkembangan mereka di tingkatan sekolah atau kelas.

d.      Keterampilan Belajar Mandiri dan Kemandirian Belajar
Belajar mandiri yang dilakukan haruslah tetap efektif, yaitu tetap dalam rangka mencapai tujuahn tertentu yang telah ditetapkan dalam waktu tertentu. Agar dapat mencapai tujuan, belajar secara efektif, maka diperlukan beberapa keterampilan untuk melakukan kegiatan belajar mandiri.
Menurut Haris Mudjiman (2005: 120) belajar mandiri memiliki tiga tahap pelaksanaan, yaitu tahap pengembangan motivasi, tahap pembelajaran, dan tahap refleksi. Sehingga keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk belajar mandiri adalah adalah keterampilan yang diperlukan untuk mengerjakan setiap tahap belajar mandiri.
Pada tahap pengembangan motivasi, keterampilan yang perlu dikuasai adalah keterampilan menumbuhkan self-motivation. Untuk dapat menumbuhkan self motivation diperlukan beberapa keterampilan seperti : (1) kemampuan mengetahui detail dari kegiatan; (2) kemampuan menganalisis dan menyimpulkan bahwa kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan terjangkau; (3) kemampuan menikmati pengalaman belajar; (4) kemampuan melakukan penilaian secara obyektif.
Pada tahap pembelajaran, keterampilan yang perlu dikuasai adalah keterampilan dasar penelitian, yang meliputi : (1) keterampilan merumuskan masalah; (2) keterampilan menetapkan tujuan belajar; (3) keterampilan menetapkan strategi; (4) keterampilan menetapkan jenis informasi yang diperlukan; (5) keterampilan mengidentifikasi sumber informasi; (6) keterampilan mencari informasi; (7) keterampilan menganalisis informasi; (8) keterampilan merumuskan hasil analisisnya; (9) keterampilan mengkomunikasikan hasil belajarnya; (10) kemampuan menilai pada akhir kegiatan belajar.
Pada tahap refleksi, keterampilan yang diperlukan antara lain : (1) kemampuan menentukan kebenaran dan kesalahan; (2) kemampuan menerima kesalahan sebagai sesuatu yang wajar; (3) menggunakan kesalahan untuk perbaikan; (4) kemampuan menerima keberhasilan bukan untuk kebanggaan namun sebagai kenyataan untuk dipahami untuk ditingkatkan pada proses berikutnya.
Seluruh keterampilan di atas harus ditumbuhkan oleh guru dalam proses pembelajaran dengan melakukan berbagai strategi pembelajaran yang memungkinkan untuk berkembangnya seluruh keterampilan di atas.
Kemandirian belajar siswa akan terlihat dari kemampuannya untuk menguasai berbagai keterampilan sebagaimana dipaparkan oleh Haris Mudjiman di atas. Secara lebih tegas Knowles, M.S dalam : http://home.tweny.ri.com/hiemstra/ menjelaskan bahwa kemandirian belajar seseorang dapat terlihat dari 10 kemampuannya sebagai berikut :
1)      Kemampuan untuk bertanya, menemukan dan memecahkan masalah.
2)      Kemampuan untuk terbuka terhadap pandangan-pandangan orang lain
3)      Kemampuan membaca data dan kecepatan memilih sumber-sumber yang relevan
4)      Kemampuan untuk mengumpulkan data mengenai kinerja yang didasarkan pada pengamatan diri dan masukan dari orang lain.
5)      Kemampuan untuk menilai kinerja sendiri dengan menggunakan data tersebut
6)      Kemampuan untuk menterjemahkan kebutuhan belajar menjadi tujuan, rencana, dan kegiatan.
7)      Kemampuan untuk menetapkan tujuan untuk memperbaiki kinerja saat ini.
8)      Kemampuan mengamati dan menjadikan model kinerja orang lain
9)      Kemampuan menetapkan suatu komitmen yang kuat untuk belajar agar tujuan-tujuan tersebut tercapai
10)  Kemampuan untuk memelihara motivasi diri secara kontinyu.
Jika seluruh ketrampilan tersebut diatas dikuasai oleh siswa, kemandirian belajar siswa pasti akan tercipta. Sehingga proses pembelajaran yang dilakukan olehnya pasti akan berkualitas dan mendapatkan hasil/ kompetensi belajar sesuai yang diinginkan.
Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini, kesepuluh keterampilan yang diuraikan oleh Knowles, M.S diatas yang akan dijadikan instrumen angket untuk mengetahui kemandirian belajar seseorang. Kemudian kecakapan di atas akan dijabarkan dalam butir-butir yang lebih terinci dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa sekolah dasar untuk kemudian dijadikan instrumen yang berupa angket sebagai alat pengumpul data.