Daftar Blog Saya

Kamis, 04 Januari 2018

Pendidikan Karakter1. Pendidikan Karakter a. Pengertian Pendidikan Karakter Pendidikan mempunyai arti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara perbuatan mendidik.  Karakter berasal dari bahasa Latin “kharakter”, “kharassein”, “kharax”, dalam bahasa Inggris : character dan Indonesia “karakter”, Yunani character, dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam.  Karakter adalah perilaku yang dilandasi oleh nilai-nilai berdasarkan norma agama, kebudayaan, hukum/konstitusi,adat istiadat dan estetika.  Karena itu menurut Ratna Megawangi, pendidikan karakter adalah “sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif bagi lingkungannya.”  Pendidikan Karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan menginternalisasikan nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil.  Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan pembelajaran yang terjadi pada semua mata pelajaran, yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh, yang di dasari oleh nilai yang di rujuk sekolah (lembaga)  b. Ciri-ciri Pendidikan Karakter Ciri dasar pendidikan karakter, menurut Foerster ada empat ciri dasar pendidikan karakter : 1) Keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasar hierarki nilai. 2) Koherensi yang member keberanian membuat seseorang teguh pada prinsip, dan tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut resiko. 3) Otonomi di mana seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. 4) Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna menginginkan seseorang dipandang baik. Dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.  Sedangkan Rusworth Kidder dalam How Good People make Tough Choices menyampaikan tujuh kualitas yang diperlukan dalam pendidikan karakter, yaitu Seven E’s (Emprowered, Effective, Extended in to the community, Embedded, Engaged, Epistemological, Evaluative). 1) Emprowered (pemberdayaan) Guru harus mampu memberdayakan dirinya untuk mengajarkan pendidikan karakter dengan mulai dari dirinya sendiri 2) Effektive, proses pendidikan harus dilaksanakan dengan efektif 3) Extended into community komunitas harus membantu dan mendukung sekolah dalam menanamkan nilai-nilai 4) Embedded , integrasikan seluruh nilai ke dalam kurikulum dan seluruh rangkaian proses pembelajaran 5) Engaged, melibatkan komunitas dan menampilkan topik-topik yang cukup esensial 6) Epistemological, harus ada koherensi antara cara berfikir mekna etik dengan upaya yang dilakukan untuk membantu siswa menerapkan secara benar 7) Evaluative, menurut Kiddet terdapat lima hal yang harus diwujudkan dalam menilai manusia berkarakter, yaitu (a) diawali dengan kesadaran etik; (b) adanya kepercayaan diri untuk berfikir dan membuat keputusan tentang etik; (c) mempunyai kapasitas untuk menampilkan kepercayaan diri secara praktis dalam kehidupan; (d) mempunyai kapasitas dalam menggunakan pengalaman praktis tersebut dalam sebuah komunitas; dan (e) mempunyai kapasitas untuk menjadi agen perubahan dalam merealisasikan ide-ide etik dan menciptakan suasana yang berbeda.  c. Fungsi Pendidikan Karakter Adapun Fungsi pendidikan karakter budaya dan karakter bangsa adalah : 1) Pengembangan : pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik, ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa; 2) Perbaikan : memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggungjawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; dan 3) Penyaring : untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.  d. Tujuan Pendidikan Karakter Tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah : 1) Mengembangkan potensi kalbu/nurani /afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa; 2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; 3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggungjawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa; 4) Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan 5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).  Sedangkan tujuan pendidikan karakter dalam dalam seting sekolah adalah : 1) Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian /kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan. 2) Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai- nilai yang dikembangkan oleh sekolah. 3) Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggungjawab pendidikan karakter secara bersama.  Tujuan pertama pendidikan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah (setelah lulus sekolah). Penguatan dan pengembangan memiliki makna bahwa pendidikan dalam setting sekolah bukanlah sekedar dogmatisasi nilai kepada peserta didik, tetapi sebuah proses yang membawa peserta didik untuk memahami dan merefleksi bagaimana suatu nilai menjadi penting untuk diwujudkan dalam perilaku keseharian manusia, termasuk bagi anak. Penguatan juga mengarahkan proses pendidikan pada proses pembiasaan yang disertai oleh logika dan refleksi terhadap proses dan dampak dari proses pembiasaan yang dilakukan oleh sekolah baik dalam setting kelas maupun sekolah. Penguatanpun memiliki makna adanya hubungan antara penguatan perilku melalui pembiasaan di sekolah dengan pembiasaan di rumah .  Tujuan kedua pendidikan karakter adalah mengkoreksi perilaku peserta didik yang tidak berkesusaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah. Tujuan ini memiliki makna bahwa pendidikan karakter memiliki sasaran untuk meluruskan berbagai perilaku anak yang negatif menjadi positif.  Tujuan ketiga dalam pendidikan karakter setting sekolah adalah membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama. Tujuan ini memiliki makna bahwa proses pendidikan karakter di sekolah harus dihubungkan dengan proses pendidikan di keluarga.  e. Nilai-nilai Pendidikan Karakter Pendidikan karakter lebih mengutamakan pertumbuhan moral individu yang ada dalam lembaga pendidikan. Untuk ini, dua paradigma pendidikan karakter merupakan satu keutuhan yang tidak dapat dipisahkan. Penanaman nilai dalam diri siswa, dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu merupakan dua wajah pendidikan karakter dalam lembaga pendidikan. Dua hal ini, jika integrasikan akan menjadi pendidikan karakter sebagai pedagogi. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut : 1) Agama : masyarakat Indonesia adalah masyarakat agama. Oleh karena itu kehidupan individu, masyarakat dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama. 2) Pancasila : Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang di sebut Pancasila. Pancasila terdapat pada pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga Negara yang baik, yaitu warga Negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga Negara. 3) Budaya : sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh niali-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. 4) Tujuan pendidikan nasional : sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga Negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai-nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga Negara Indonesia. Oleh karena itu tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.  Adapun nilai-nilai pendidikan karakter pada SK/KD seluruh mata pelajaran di SMP/MTs adalah : Religiusitas, kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, kreativitas, kemandirian, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli sosial, peduli lingkungan dan tanggungjawab.  Secara terinci, deskripsi nilai-nilai pendidikan karakter tercantum pada tabel dibawah ini : Tabel 1 Deskripsi nilai-nilai pendidikan karakter Nilai Deskripsi 1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. 2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. 3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.   Nilai Deskripsi 4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. 7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 8. Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. 9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. 10. Semangat Kebangsaan Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. 11. Cinta Tanah Air Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. 12. Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. 13.Bersahabat/ Komuni-katif Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. 14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. 15. Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.   Nilai Deskripsi 16. Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. 17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 18. Tanggung-jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. f. Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Sekolah Pada prinsipnya, pendidikan karakter di sekolah tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi ke dalam mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus dan Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sudah ada.  Adapun prinsip yang digunakan dalam mengembangkan pendidikan karakter di sekolah antara lain : 1) Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. 2) Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah; mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler. 3) Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan; mengandung makna bahwa materi nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa; artinya, nilai-nilai itu tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta yang dijumpai dalam mata pelajaran yang diajarkan. Konsekuensi dari prinsip ini, nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna nilai itu. 4) Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan; prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.  Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor) secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidik dan diterapkan ke dalam kurikulum melalui hal-hal berikut ini : 1) Program Pengembangan Diri Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari sekolah, yaitu melalui hal-hal berikut : a) Kegiatan rutin sekolah; merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah upacara pada hari besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan lain-lain) setiap hari Senin, beribadah bersama atau shalat bersama setiap dhuhur (bagi yang beragama Islam), berdoa waktu mulai dan selesai pelajaran, mengucap salam bila bertemu guru, tenaga kependidikan, atau teman. b) Kegiatan spontan; yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi pada saat itu juga. Contohnya seperti membuang sampah tidak pada tempatnya, berteriak-teriak sehingga mengganggu pihak lain, berkelahi, memalak, berlaku tidak sopan, mencuri, berpakaian tidak senonoh. c) Keteladanan ; yakni perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. d) Pengkondisian; Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan itu. Sekolah harus mencerminkan kehidupan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang diinginkan. Misalnya, toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di berbagai tempat dan selalu dibersihkan, sekolah terlihat rapi dan alat belajar ditempatkan teratur.  2) Pengintegrasian dalam mata pelajaran Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini: a) Mengkaji Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya; b) menggunakan tabel 1 yang memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan indikator untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan; c) mencantumkankan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam tabel 1 itu ke dalam silabus; d) mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP; e) mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai; dan f) memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku.  3) Budaya Sekolah Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antaranggota kelompok masyarakat sekolah. Interaksi internal kelompok dan antarkelompok terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang berlaku di suatu sekolah. Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, dan tanggung jawab merupakan nilai-nilai yang dikembangkan dalam budaya sekolah. Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah.  Untuk memudahkan sekolah dalam mengevaluasi pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah, pihak sekolah perlu membuat indikator, baik indikator untuk sekolah dan kelas maupun indikator untuk mata pelajaran. Indikator sekolah dan kelas adalah penanda yang digunakan oleh kepala sekolah, guru, dan personalia sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan karakter. Indikator ini berkenaan juga dengan kegiatan sekolah yang diprogramkan dan kegiatan sekolah sehari-hari (rutin). Indikator mata pelajaran menggambarkan perilaku afektif seorang peserta didik berkenaan dengan mata pelajaran tertentu. Indikator ini dirumuskan dalam bentuk perilaku peserta didik di kelas dan sekolah yang dapat diamati melalui pengamatan guru ketika seorang peserta didik melakukan suatu tindakan di sekolah, tanya jawab dengan peserta didik, jawaban yang diberikan peserta didik terhadap tugas dan pertanyaan guru, serta tulisan peserta didik dalam laporan dan pekerjaan rumah.  Tabel 2 Indikator Sekolah dan Indikator Kelas NILAI INDIKATOR SEKOLAH INDIKATOR KELAS Religius: Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut-nya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain  Merayakan hari-hari besar keaga-maan.  Memiliki fasilitas yang dapat diguna-kan untuk beribadah.  Memberikan ke-sempatan kepada semua peserta di-dik untuk melak-sanakan ibadah  Berdoa sebelum dan sesudah pelajaran.  Memberikan kesem-patan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah. Jujur: Perilaku yang dida-sarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat diper-caya dalam perka-taan, tindakan, dan peker-jaan.  Menyediakan fasi-litas tempat temu-an barang hilang.  Tranparansi lapo-ran keuangan dan penilaian sekolah secara berkala.  Menyediakan kan-tin kejujuran.  Menyediakan ko-tak saran dan  Larangan memba-wa fasilitas komu-nikasi  Menyediakan fasilitas tempat temuan barang hilang.  Tempat pengumuman barang temuan atau hilang.  Tranparansi laporan keuangan dan peni-laian kelas secara berkala.  Larangan menyontek. Toleransi: Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, penda-pat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.  Menghargai dan memberikan perla-kuan yang sama terhadap seluruh warga sekolah tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, status eko-nomi, dan kemam-puan khas.  Memberikan perla-kuan yang sama terhadap stake-holder tanpa mem-bedakan golongan, status sosial, dan status ekonomi  Memberikan pelaya-nan yang sama ter-hadap seluruh warga kelas tanpa membe-dakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, dan status ekonomi.  Memberikan pelaya-nan terhadap anak berkebutuhan khusus.  Bekerja dalam ke-lompok yang berbeda Disiplin: Tindakan yang menunjukkan pe-rilaku tertib dan patuh pada ber-bagai ketentuan dan peraturan.  Memiliki catatan kehadiran.  Memberikan peng-hargaan kepada warga sekolah yang disiplin.  Memiliki tata tertib sekolah.  Membiasakan war-ga sekolah untuk berdisiplin.  Menegakkan atu-ran dengan mem-berikan sanksi secara adil bagi pelanggar tata tertib sekolah.  Membiasakan hadir tepat waktu.  Membiasakan mema-tuhi aturan.  Menggunakan pakai-an sesuai dengan ketentuan sekolah Kerja keras: Perilaku yang me-nunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas, dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.  Menciptakan sua-sana kompetisi yang sehat.  Menciptakan sua-sana sekolah yang menan-tang dan memacu untuk bekerja keras.  Memiliki pajangan tentang slogan atau motto tentang kerja.  Menciptakan suasana kompetisi yang sehat.  Menciptakan kondisi etos kerja, pantang menyerah, dan daya tahan belajar.  Mencipatakan suasana belajar yang memacu daya tahan kerja.  Memiliki pajangan tentang slogan atau motto tentang giat bekerja dan belajar. Kreatif: Berpikir dan mela-kukan sesuatu yang menghasil-kan cara atau hasil baru berdasarkan sesuatu yang telah dimiliki.  Menciptakan situ-asi yang menum-buhkan daya ber-pikir dan bertin-dak kreatif.  Menciptakan situasi belajar yang bisa menumbuhkan daya piker dan bertindak kreatif.  Pemberian tugas yang menantang munculnya karya- karya baru baik yang autentik maupun modifikasi. Mandiri: Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tu-gas-tugas.  Menciptakan situ-asi sekolah yang membangun ke-mandirian peserta didik.  Menciptakan sua-sana kelas yang memberi-kan kesempatan kepa-da peserta didik untuk bekerja mandiri. Demokratis: Cara berpikir, ber-sikap, dan bertin-dak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.  Melibatkan warga sekolah dalam se-tiap pengambilan keputusan.  Menciptakan sua-sana sekolah yang menerima perbe-daan.  Pemilihan kepe-ngurusan OSIS secara terbuka.  Mengambil keputusan kelas secara bersama melalui musyawarah dan mufa-kat.  Pemilihan kepengu-rusan kelas secara terbuka.  Seluruh produk kebi-jakan melalui musya-warah dan mufakat.  Mengimplementasikan model-model pembe-lajaran yang dialogis dan interaktif. Rasa ingin tahu: Sikap dan tindakan yang selalu ber-upaya untuk me-ngetahui lebih mendalam dan meluas dari sesu-atu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.  Menyediakan me-dia komunikasi a-tau informasi (me-dia cetak/ elektro-nik) untuk bereks-presi bagi warga sekolah.  Memfasilitasi war-ga sekolah untuk bereksplorasi da-lam pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya.  Menciptakan suasana kelas yang mengun-dang rasa ingin tahu.  Eksplorasi lingkungan secara terprogram.  Tersedia media komu-nikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik). Semangat kebangsaan: Cara berpikir, ber-tindak, dan berwa-wasan yang me-nempatkan ke-pentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.  Melakukan upa-cara rutin sekolah.  Melakukan upa-cara hari-hari besar nasional.  Menyelenggarakan peringatan hari ke-pahlawanan na-sional.  Memiliki program melakukan kunju-ngan ke tempat bersejarah.  Mengikuti lomba pada hari besar nasional.  Bekerja sama dengan teman sekelas yang berbeda suku, etnis, status sosial-ekonomi.  Mendiskusikan hari-hari besar nasional. Cinta tanah air: Cara berpikir, bersikap, dan ber-buat yang menun-jukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingku-ngan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.  Menggunakan pro-duk buatan dalam negeri.  Menggunakan ba-hasa Indonesia yang baik dan benar.  Menyediakan informasi (dari sumber cetak, elektronik) tentang kekayaan alam dan budaya Indonesia.  Memajangkan: foto presiden dan wakil presiden, bendera ne-gara, lambang negara, peta Indonesia, gam-bar kehidupan masya-rakat Indonesia.  Menggunakan produk buatan dalam negeri. Menghargai prestasi: Sikap dan tindakan yang men-dorong dirinya un-tuk menghasilkan sesuatu yang bergu-na bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati ke-berhasilan orang lain.  Memberikan peng-hargaan atas hasil prestasi kepada warga sekolah.  Memajang tanda-tanda penghargaan prestasi.  Memberikan penghar-gaan atas hasil karya peserta didik.  Memajang tanda-tanda penghargaan prestasi.  Menciptakan suasana pembelajaran untuk memotivasi peserta didik berprestasi. Bersahabat/ komunikatif: Tindakan yang memperlihatkan ra-sa senang berbica-ra, bergaul, dan bekerja sama de-ngan orang lain.  Suasana sekolah yang memudah-kan terjadinya interaksi antar-warga sekolah.  Berkomunikasi dengan bahasa yang santun.  Saling menghar-gai dan menjaga kehormatan.  Pergaulan dengan cinta kasih dan rela berkorban.  Pengaturan kelas yang memudahkan terjadi-nya interaksi peserta didik.  Pembelajaran yang dialogis.  Guru mendengarkan keluhan- keluhan pe-serta didik.  Dalam berkomunikasi, guru tidak menjaga jarak dengan peserta didik. Cinta damai: Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan o-rang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya  Menciptakan sua-sana sekolah dan bekerja yang nya-man, tenteram, dan harmonis.  Membiasakan peri-laku warga sekolah yang anti keke-rasan.  Membiasakan peri-laku warga sekolah yang tidak bias gender.  Perilaku seluruh warga sekolah yang penuh kasih sa-yang.  Menciptakan suasana kelas yang damai.  Membiasakan perilaku warga sekolah yang anti kekerasan.  Pembelajaran yang tidak bias gender.  Kekerabatan di kelas yang penuh kasih sayang. Gemar membaca: Kebiasaan menye-diakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang mem-berikan kebajikan bagi dirinya.  Program wajib baca.  Frekuensi kunju-ngan perpustakaan.  Menyediakan fasi-litas dan suasana menyenangkan un-tuk membaca.  Daftar buku atau tulisan yang dibaca peserta didik.  Frekuensi kunjungan perpustakaan.  Saling tukar bacaan.  Pembelajaran yang memotivasi anak menggunakan referensi. Peduli sosial: Sikap dan tinda-kan yang selalu ingin memberi bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.  Pembiasaan meme-lihara kebersihan dan kelestarian lingkungan sekolah.  Tersedia tempat pembuangan sam-pah dan tempat cuci tangan.  Menyediakan ka-mar mandi dan air bersih.  Pembiasaan hemat energi.  Membuat biopori di area sekolah.  Membangun salu-ran pembuangan air limbah dengan baik.  Melakukan pembia-saan memisahkan jenis sampah orga-nik dan anorganik.  Penugasan pembu-atan kompos dari sampah organik.  Menyediakan per-alatan kebersihan.  Membuat tandon penyimpanan air.  Memrogramkan cinta bersih ling-kungan.  Memelihara lingku-ngan kelas.  Tersedia tempat pem-buangan sampah di dalam kelas.  Pembiasaan hemat energi.  Memasang stiker pe-rintah mematikan lampu dan menutup kran air pada setiap ruangan apabila selesai digunakan.   Peduli lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu ber-upaya mencegah kerusakan lingku-ngan alam di sekitarnya dan me-ngembangkan upa-ya-upaya untuk memperbaiki keru-sakan alam yang sudah terjadi.  Memfasilitasi kegi-atan bersifat sosial.  Melakukan aksi sosial.  Menyediakan fasi-litas untuk me-nyumbang.  Berempati kepada sesama teman kelas.  Melakukan aksi sosial.  Membangun keru-kunan warga kelas. Tanggung jawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masya-rakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.  Membuat laporan setiap kegiatan yang dilakukan dalam bentuk lisan maupun tertulis.  Melakukan tugas tanpa disuruh  Menunjukkan pra-karsa untuk me-ngatasi masalah dalam lingkup ter-dekat.  Menghindarkan kecurangan dalam pelaksanaan tugas.  Pelaksanaan tugas piket

Hakikat Membaca Pemahaman
a.      Pengertian Membaca  
Henry Guntur Tarigan (2008 : 7) menyatakan bahwa membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Selanjutnya, dipandang dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi ( a recording and decoding process), berlainan  dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian ( encoding ), sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis ( written word) dengan makna bahasa lisan ( oral language meaning ) yang mencakup  pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna. Membaca dapat pula diartikan sebagai suatu metode yang kita pergunakan untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan orang lain yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada lambang-lambang tertulis.
Finochiaro and Bonomo ( 1973 : 119) mengatakan bahwa ” Reading is bringing meaning to and getting meaning from printed or written material”, memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung  di dalam bahan tertulis.
Sementara itu Mansoer Pateda (1989:92) berpendapat, membaca adalah suatu interpretasi simbol-simbol tertulis atau membaca adalah menangkap makna dari rangkaian huruf tertentu. Ini menunjukkan bahwa membaca adalah pekerjaan mengidentifikasi simbol-simbol dan mengasosiasikan kedalam makna.
Robert Lado dalam bukunya menyatakan bahwa ” Reading is to grasp language pattern from their written representation” (1976:132). Membaca ialah memahami pola-pola bahasa dari gambaran tertulisnya.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, terutama teknologi percetakan maka semakin banyak informasi yang tersimpan di dalam buku. Pada semua jenjang pendidikan, kemampuan membaca menjadi skala prioritas yang harus dikuasai siswa.
Kegiatan membaca juga merupakan aktivitas berbahasa yang bersifat aktif reseptif. Dikatakan aktif, karena di dalam kegiatan membaca sesungguhnya terjadi interaksi antara pembaca dan penulisnya, dan dikatakan reseptif, karena si pembaca bertindak selaku penerima pesan dalam suatu korelasi komunikasi antara penulis dan pembaca yang bersifat langsung.
Bagi siswa, membaca tidak hanya berperan dalam menguasai bidang studi yang dipelajarinya saja. Namun membaca juga berperan dalam mengetahui berbagai macam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang. Melalui membaca, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diketahui dan dipahami sebelum dapat diaplikasikan.
b.      Membaca  Pemahaman
Henry Guntur Tarigan (1988:89) berpendapat bahwa kemampuan membaca pemahaman merupakan dasar bagi pembaca kritis, yaitu sejenis membaca yang dilaksanakan secara bijaksana, penuh tenggang hati,mendalam,evaluatif, serta analisis, dan bukan hanya mencari keslahan. Untuk dapat membaca pemahaman diperlukan suatu ketrampilan dari seseorang antara lain : menemukan detail, menunjukkan pikiran pokok, menunjukkan urutan kegiatan, mencapai kata akhir, menarik kesimpulan, dan membuat evaluasi.
Secara umum kata pemahaman diartikan sebagai upaya memahami atau mengerti isi dan makna dari suatu wacana baik berbentuk lisan maupun tulisan. Memahami wacana tulis berarti usaha seseorang dalam memahami atau mengerti isi suatu wacana yang disajikan dalam bentuk tulisan, yang dalam kegiatan berbahasa disebut membaca, sedangkan memahami wacana lisan berarti upaya seseorang dalam memahami atau mengerti isi dari wacana yang disajikan dalam bentuk lisan, yang dalam kegiatan berbahasa dinamakan menyimak (Sutrisno, 2002:17). Lebih lanjut, pemahaman diartikan  sebagai masalah penafsiran (interpretation) dan harapan (expectancy), yaitu penafsiran terhadap apa yang diperoleh darin tulisan yang dibaca dan harapan untuk menemukan dan menggunakan hal-hal yang ditemukan dalam bacaan tersebut, Mackey dalam Sutrisno(2002:17).
Lebih lanjut, Henry Guntur Tarigan (2008:58) dalam bukunya mengatakan bahwa membaca pemahaman( reading fo understanding) adalah membaca yang bertujuan untuk memahami : (1) standar-standar atau norma-norma kesastraan (literary sandards), (2) resensi kritis (critical review), (3) drama tulis(printed drama), (4) pola-pola fiksi (patterns of fiction).
Sementara itu Lado (1987: 223) berpendapat bahwa kemampuan membaca pemahaman adalah kemampuan memahami arti dalam suatu bacaan melalui tulisan atau bacaan.
c.       Aspek dan Jenis-jenis Membaca 
Membaca merupakan satu dari empat kemampuan bahasa pokok, dan merupakan satu bagian atau komponen dari komunikasi tulisan.
Ada
pun kemampuan bahasa pokok atau keterampilan berbahasa dalam kurikulum di sekolah mencakup empat segi,yaitu:
1.   Keterampilan menyimak/mendengarkan (Listening Skills)
2.   Keterampilan berbicara (SpeakingSkills)
3.   Keterampilan membaca (ReadingSkills)
4.   Keterampilan Menulis (Writing Skills)
Henry Guntur Tarigan  (2008:1)
Empat keterampilan berbahasa tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat satu sama lain, dan saling berkorelasi. Seorang bayi pada tahap awal, ia hanya dapat mendengar, dan menyimak apa yang di katakan orang di sekitarnya. Kemudian karena seringnya mendengar dan menyimak secara berangsur ia akan menirukan suara atau kata-kata yang didengarnya dengan belajar berbicara. Setelah memasuki usia sekolah, ia akan belajar membaca mulai dari mengenal huruf sampai merangkai huruf-huruf tersebut menjadi sebuah kata bahkan menjadi sebuah kalimat. Kemudian ia akan mulai belajar menulis huruf, kata, dan kalimat.
Keterampilan berbahasa berkorelasi dengan proses-proses berpikir yang mendasari bahasa. sehingga ada sebuah ungkapan, “bahasa seseorang mencerminkan pikirannya”. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas jalan pikirannya.
Secara garis besar, terdapat dua aspek penting dalam membaca yaitu :
1.      Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yang dianggap berada pada urutan yang lebih rendah (lower order) yang mencakup ; a) pengenalan bentuk huruf, b) pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem, kata, frase, pola klausa, kalimat dan lain-lain), c) pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis atau “to bark at print”, d) kecepatan membaca ke taraf lambat.
2.      Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehention skills) yang dianggap berada di urutan yang lebih tinggi ( higher order ) yang mencakup ; a) memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal), b) memahami signifikansi atau makna ( a.l. maksud dan tujuan pengarang,relevansi/keadaan kebudayaan, dan reaksi pembaca, c) evaluasi atau penilaian (isi, bentuk), d) kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan keadaan, Broughton dalam Tarigan (2008:12-13).
Untuk dapat mencapai tujuan yang terkandung dalam keterampilan mekanis (mechanical skills) tersebut, aktifitas yang paling sesuai adalah membaca nyaring, membaca bersuara (atau reading aloud; oral reading). Untuk keterampilan pemahaman (comprehention skills), yang paling tepat adalah dengan membaca dalam hati (silent reading), yang dapat pula dibagi atas :
1.      Membaca ekstensif (extensive reading), yang mencakup ; a) membaca survei (survey reading), b) membaca sekilas ( skimming), c) membaca dangkal (superficial reading).
2.      Membaca intensif yang mencakup ; a) membaca telaah isi (content study reading), yang mencakup pula  (1) membaca teliti (close reading), (2) membaca pemahaman (comprehention reading), (3) membaca krtitis (critical reading), (4) membaca ide ( reading for ideas); b) membaca telaah bahasa  (laguage study reading) yang mencakup pula (1) membaca bahasa asing( foreign language reading), (2) membaca sastra (literary reading) Tarigan (2008:13).
d.      Tujuan Membaca  Pemahaman
Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi,memahami makna bacaan. Makna, arti (meaning) erat sekali berhubungan dengan maksud tujuan, atau intensif kita dalam membaca, Tarigan (2008:9). Hal penting dalam tujuan membaca adalah :
1.      Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for detail or facts).
2.      Membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas)
3.      Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita ( reading for sequence or organization).
4.      Membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference).
5.      Membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan ( reading for classify).
6.      Membaca untuk menilai, membaca mengevalusi ( reading to evaluate).
7.      Membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast) Anderson dalam Tarigan (2008:9-11).
                                    Membaca adalah suatu aktifitas yang rumit atau kompleks karena tergantung pada ketrampilan berbahasa pelajar dan pada tingkat penelarannya. Tujuannya adalah untuk mengerti atau memahami isi/pesan yang terkandung dalam satu bacaan seefisien mungkin serta untuk mencari informasi yang :
b.      Kognitif dan intelektual, yakni yang digunakan seseorang untuk menambah keilmiahannya sendiri.
c.       Referensial dan faktual, yakni yang digunakan seseorang untuk mengetahui fakta-fakta yang nyata di dunia ini.
d.      Afektif dan emosional, yakni yang digunakan seseorang untuk mencari kenikmatan dalam membaca. (Sri Utari Subyakto-Nababan, 1993:164-165).

Dengan membaca siswa akan memperoleh berbagai informasi yang sebelumnya belum pernah didapatkan. Semakin banyak membaca semakin banyak pula informasi yang diperoleh. Oleh karena itu, membaca merupakan jendela dunia, siapa pun yang membuka jendela tersebut dapat melihat dan mengetahui segala sesuatu yang terjadi. Baik peristiwa yang terjadi pada masa lampau, sekarang, bahkan yang akan datang.
Banyak manfaat yang diperoleh dari kegiatan membaca. Oleh karena itu, sepantasnyalah siswa harus melakukannya atas dasar kebutuhan, bukan karena suatu paksaan. Jika siswa membaca atas dasar kebutuhan, maka ia akan mendapatkan segala informasi yang ia inginkan. Namun sebaliknya, jika siswa membaca atas dasar paksaan, maka informasi yang ia peroleh tidak akan maksimal.

Membaca merupakan kemampuan yang kompleks. Membaca bukanlah kegiatan memandangi lambang-lambang yang tertulis semata. Bermacam-macam kemampuan dikerahkan oleh seorang pembaca, agar dia mampu memahami materi yang dibacanya. Pembaca berupaya agar lambang-lambang yang dilihatnya itu menjadi lambang-lambang yang bermakna baginya.

Kegiatan membaca perlu dibiasakan sejak dini, yakni mulai dari anak mengenal huruf. Jadikanlah kegiatan membaca sebagai suatu kebutuhan dan menjadi hal yang menyenangkan bagi siswa. Membaca dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja asalkan ada keinginan, semangat, dan motivasi. Jika hal ini terwujud, diharapkan membaca dapat menjadi bagian dari kehidupan yang tidak dapat dipisahkan seperti sebuah slogan yang mengatakan “tiada hari tanpa membaca”.

Tentunya ini memerlukan ketekunan dan latihan yang berkesinambungan untuk melatih kebiasaan membaca agar kemampuan membaca, khususnya membaca pemahaman dapat dicapai. Kemampuan membaca ialah kecepatan membaca dan pemahaman isi secara keseluruhan.